Teori Komunikasi Dan Tokoh Tokohnya
A.
RICHARD L.LANIGAN
Richard L. Lanigan membuat analisis
filsafat mengenai komunikasi dengan mengemukakan pertanyaan-pertanyaan:
1. Apa yang
aku ketahui? (what do I know?)
2. Bagaimana
aku mengetahuinya? (how do I know?)
3. Apakah
aku yakin? (am I sure?)
4. Apakah
aku benar? (am I right?)
Keeempat pertanyaan diatas berkaitan
dengan penyelidikan secara sistematis, studi terhadap metafisika, epistemologi,
aksiologi dan logika.
Metafisika (berkaitan dengan ontologi)
Menurut Richard lanigan, metafisika adalah
studi tentang sifat dan fungsi teori tentang realita. Berkaitan dengan teori
komunikasi, metafisika berkaitan dengan hal-hal berikut:
·
Sifat manusia dan hubungannya secara kontekstual dan individual dengan
realita dalam alam semesta.
·
Sifat dan fakta bagi tujuan, perilaku, penyebab dan aturan.
· Problema
pilihan, khususnya kebebasan versus determinisme pada perilaku
Manusia.
Jujun S Suriasumantri dalam bukunya "Filsafat
Ilmu" mengatakan bahwa metafisika merupakan suatu kajian tentang hakikat
keberadaan zat, hakikat pikiran, dan hakikat kaitan zat dengan
pikiran.Sedangkan mengenai objek metafisika ditegaskan oleh Aristoteles, yang
mengatakan ada dua, yakni ada sebagai ada sebagai yang ada dan ada sebagai yang
ilahi. Pendapat Aristoteles tersebut dijelaskan oleh Prof. Dr. Delfgaauw dalam
karyanya "Metafisika" sebagai berikut:
a. Ada sebagai yang ada
Mengenai hal ini ilmu pengetahuan berupaya mengkaji
yang ada itu dalam bentuk semurni-murninya, bahwa suatu benda itu
sungguh-sungguh ada dalam arti kata tidak terkena perubahan.Ciri bahwa yang ada
itu sungguh-sungguh ada, ialah dapat dicerapnya oleh panca indera.Oleh karena
itu metafisika disebut juga ontologi.
b. Ada sebagai yang ilahi
Hal lain adalah keberadaan yang mutlak, yang sama
sekali tidak bergantung pada yang lain. Ini berarti bahwa suatu yang ada adalah
yang seumum-umumnya dan yang mutlak, yakni Tuhan.Apabila kita berbicara tentang
tentang yang ilahi berarti kita bertolak dari sesuatu yang pada dasarnya tidak
dapat ditangkap oleh pancaindera, karena Tuhan tidak dapat diketahui dengan
menggunakan alat-alat inderawi.
Epistemologi
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang
menyelidiki asal, sifat, metode dan batasan pengetahuan manusia [a branch of
philosophy that investigates the origin, nature, methods and limits of human
knowledge].
Sementara
itu, epistemologi lebih merupakan cabang filsafat yang merefleksikan asal-usul,
hakikat dan batasan pangetahuan manusia.Epistemologi berkaitan dengan
penguasaan pengetahuan dan lebih mendasar lagi berkaitan dengan kriteria
penilaian atas kebenaran.Dalam epistemologi, terdapat beberapa teori kebenaran
berdasarkan koherensi, korespondensi, pragmatisme dan legalisme.
Epistemologi pada dasarnya adalah cara
bagaimana pengetahuan disusun dari bahan yang diperoleh yang dalam prosesnya
menggunakan metode ilmiah. Metode ilmiah pada dasarnya dilandasi oleh:
·
Kerangka pemikiran yang logis
·
penjabaran hipotesis yang merupakan deduksi dan kerangka pemikiran
·
Verifikasi terhadap hipotesis untuk menguji kebenarannya secara faktual.
Epistemologi merupakan cabang filsafat
yang menyelidiki asal, sifat, metode dan batasan pengetahuan manusia (Effendi
193:324). Lanigan mengatakan bahwa dalam prosesnya yang progresif dari kognisi
menuju afeksi yang selanjutnya menuju konasi, epistemologi berpijak pada salah
satu atau lebih teori kebenaran. Dalam kamus filsafat disebutkan beberapa teori
kebenaran yaitu : teori korespondensi, teori koherensi, teori pragmatik.
1.
Teori koherensi; suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu
koheren
atau konsisten dengan pernyataan
sebelumnya yang dianggap benar.
2.
Teori korespondensi; suatu pernyataan adalah benar jikalau materi yang
terkena oleh persyaratan itu
berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan itu.
3.
Teori pragmatik; suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan atau
konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai
kegunaan praktis bagi kehidupan manusia.
Aksiologi
Aksiologi adalah cabang filsafat yang
berkaitan dengan nilai-nilai seperti etika estetika dan agama. Aksiologi
berkaitan dengan cara bagaimana menggunakan ilmu pengetahuan yang secara
epistemologi diperoleh dan disusun. Tinjauan terhadap filsafat komunikasi,
Richard lanigan mengatakan bahwa aksiologi merupakan studi tentang etika dan
estetika.
Hal ini berarti aksiologi adalah suatu
kajian terhadap apa nilai-nilai manusiawi dan bagaimana cara melembagakannya
atau mengekspresikannya. Masalah nilai ini sangat penting bagi seorang
komunikator ketika ia mengemas pikirannya sebagai isi pesan dengan bahasa
sebagai lambang. Hal ini berkaitan dengan efek yang ditimbulkan oleh pesan
tersebut. Karena itulah seorang komunikator haruslah terlebih dahulu melakukan
pertimbangan nilai (value judgement) apakah pesan yang akan
dikomunikasikan etis atau tidak.
Logika
Logika berkaitan dengan telaah terhadap
asas-asas dan metode penalaran secara benar. Menggunakan proses penalaran yaitu
proses logika. Karena itulah dalam komunikasi, posisi logika amatlah penting,
karena pemikiran yang akan dikomunikasikan kepada orang lain haruslah merupakan
keputusan sebagai hasil dari proses berpikir yang logis.
Logika adalah cabang filsafat yang menelaah asas dan
dasar metode penalaran secara benar dalam hal ini cara berkomunikasi secara
lebih baik dan benar. Logika penting dalam berkomunikasi karena pemikiran harus
dikomunikasikan dan yang dikomunikasikan merupakan putusan sebagai hasil dari
proses berpikir.
Logika
berkaitan dengan telaah terhadap asas-asas dan metode penalaran secara benar [deals with study of the principles and
methods of correct reasoning].
Bahwa logika teramat penting dalam komunikasi, jelas
karena suatu pemikiran harus dikomunikasikan kepada orang lain, dan yang
dikomunikasikan itu harus merupakan putusan sebagai hasil dari proses berpikir,
dalam hal ini berpikir logis.
B.
STEPHEN W. LITTLEJOHN
Stephen W. Littlejohn adalah orang komunikasi yang
juga berbicara tentang filsafat komunikasi. Littlejohn menelaah teori dan
proses komunikasi. Littlejohn membagi proses komunikasi dalam tiga tahap dan
empat tema utama. Tahapan itu adalah tahap metateoritis, hipotetis dan
deskriptif.Tema utamanya adalah tema epistemologis, ontologis, perspektif dan
aksiologis.
Dalam bukunya yang
berjudul "Theories of Humas Communication", Littlejhon menyajikan
suatu sub bab yang berjudul "Philosophical Issues in the Study of
Communication", yang menelaah teori dan proses komunikasi dengan membagi
menjadi tiga tahap dan empat tema. Tahap pertama adalah metatheorical,
kedua hypothetical, dan ketiga descriptive.
Sedangkan tema yang empat itu adalah epistemology[pertanyaan
mengenai pengetahuan], onology [pertanyaan mengenai eksistensi], perspective
[pertanyaan mengenai fokus] dan axiology[pertanyaan
mengenai nilai].
Tahap Metatheorical, Meta mempunyai beberapa pengertian, yakni [1] berubah
dalam posisi/changed in position, [2] melebihi/beyond, diluar pengertian
dan pengalaman manusia/trancending, serta lebih tinggi/higher.
Sedangkan
pengertian teori menurut Schramm adalah "suatu perangkat pernyataan yang
saling berkaitan, pada abstraksi dengan kadar yang tinggi, dan daripadanya
proposisi dapat dihasilkan yang dapat dikaji secara ilmiah, serta pada dasarnya
dapat dilakukan dengan prediksi mengenai tingkah laku".
Littlejohn
sendiri mengartikan metateori sebagai spekulasi terhadap sifat penyeledikan
yang melebihi atau luar isi khusus dari teori tertentu. Penyeledikan tersebut
bisa berupa pertanyaan apa yang akan diamati, bagaimana pengamatannya
dilakukan, dan bentuk teori yang bagaimana yang akan diambil.
Tahap Hipotetikal, Ini adalah tahap teori di
mana tampak gambarn realitas dan pembinaan kerangka kerja pengetahuan.
Tahap Deskriptif, Tahap ini meliputi pernyataan-pernyataan aktual
mengenai kegiatan dan penemuan-penemuan yang berkaitan dengannya.
Ketiga
tahap tersebut tidak berlangsung secara terpisah, apabila beroperasi pada salah
satu tahap, seorang cendekiawan selalu menelaah dua tahap lainnya.
1.
Tema epistemological
Sebagaimana
telah dijelaskan ketika membahas pemikiran lanigan, bahwa epistemologi adalah
cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode dan batasan pengetahuan
manusia.Tegasnya epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari
pengetahuan.
Dalam
kaitannya dengan pentahapan tadi, tema epistemologikal pada tahap metateorikal
meliputi pretanyaan-pertanyaan metodologi yang telah disinggung tadi, yakni
cara bagaimana pengetahuan disusun dan bahan yang telah diperoleh.
Tema
epistemologikal dikaji dari tahap hipotetikal bersangkutan dengan metode dan
prosedur dalam menguji dugaan-dugaan sementara.
Tema
epistemologikal dilihat dari tahap deskriptif menyangkut instrumen dan teknik
dalam rangka melakukan verifikasi sebagai penilaian yang objektif.
Dalam
hubungannya dengan tema epistemologikal, Littlejohn mengajukan pertanyaan,
"dengan proses bagaimana timbulnya pengetahuan?" Menurut dia,
pertanyaan itu amat kompleks dan perdebatan mengenai masalah ini justru
terletak pada "hati" estimologi.
Dikatakannya
bahwa mengenai persoalan itu terdapat empat posisi:
a.
Mentalisme atau
rasionalisme yang menyatakan bahwa pengetahuan timbul dari kekuatan pikira
manusia. Posisi ini menempatkan dirinya pada penalaran manusia.
b.
Empirisme yang menyatakan
bahwa pengetahuan muncul dalam persepsi. Kita mengalami dunia dan melihat apa
yang sedang terjadi.
c.
Konstruktivisme yang
menyatakan bahwa orang menciptakan pengetahuan agar berfungsi secara pragmatis
dalam kehidupannya. Orang memproyeksikan dirinya kepada apa yang dialaminya.
Para konstuktivis percaya bahwa fenomena di dunia dapat dikonseptualisasikan
dengan berbagai cara, di mana pengetahuan berperan penting bagi seseorang untuk
merekayasa dunia.
d.
Konstruktivisme sosial
mengajarkan bahwa pengetahuan merupakan produk interaksi simbolik dalam
kelompok sosial. Dengan lain perkataan, realitas dikonstruksikan secara sosial
sebagai produk kehidupan kelompok dan kehidupan budaya.
2.
Tema ontologi
Apabila
epistemologi adalah studi terhadap pengetahuan, ontologi adalah cabang filsafat
mengenai sifat wujud [nature of being], atau lebih sempit lagi sifat
fenomena yang ingin kita ketahui.Dalam imu pengetahuan sosial, ontologi
terutama berkaitan dengan sifat interaksi sosial.
Pentingnya
persoalan ontologis, sebab cara para teoritisi mengkonseptualisasikan
komunikasi bergantung pada bagaimana pandangannya terhadap komunikator.
Littlejhon
mengatakan bahwa meski dalam teori komunikasi tampak berbagai posisi ontologis,
tetapi dapat dikelompokkan menjadi dua posisi dasar yang saling berlawanan.
a. Teori aksional [actional theory]
Teori
ini mengganggap bahwa orang menciptakan makna, mereka mempunyai tujuan, mereka
menentukan pilihan nyata.Pandangan aksional berpija pada landasan teleologis,
yang menyatakan bahwa orang mengambil keputusan yang dirancang untuk mencapai
tujuan.
b. Teori nonaksional [nonactional theory]
Teori
ini menganggap bahwa perilaku pada dasarnya ditentuka oleh dan responsif
terhadap tekanan-tekanan yang lalu.Dalam tradisi ini dalil-dalil tertutup
biasanya dipandang tepat; interpretasi aktif yang dilakukan oleh seseorang
dilihat dengan sebelah mata.
3.
Tema perspektival
Perspektif
suatu teori terdapat pada fokusnya.Perpektif berkorelasi dengan epistemologi
dan ontologi disebabkan bagaimana teoritisi memandang pengetahuan dan bagaimana
pengaruhnya terhdap perspektif teori.Setiap teori komunikasi menyajikan
perspektif khusus darimana prosesnya dapat dipandang.
Walaupun
perspektif teoritikal dapat dikonseptualisasikan dalam berbagai cara,
Littlejhon menyajikan empat jenis yang dinilainya memadahi, yakni:
a. Perspektif behavioristik [Behavioristic
perspective]
Perspektif ini yang ditimbulkan dari psikologi mazhab
perilaku atau mazhab behavioral, menekankan pada rangsangan dan tanggapan
[stimulus dan respon]. Teori komunikasi yang menggunakan perspektif ini
cenderung untuk menekankan pada cara bahwa orang dipengaruhi oleh pesan. Teori
seperti ini cenderung untuk menyesuaikan diri kepada asumsi-asumsi yang
bersifat non-aksional.
b. Perspektif transmisional [Transmissional
perspective]
Teori transmisional memandang komunikasi sebagai
pengiriman informasi dari sumber kepada penerima. Mereka menggunakan gerakan
model linier dari suatu lokasi ke lokasi lain. Perspektif ini menekankan pada
media komunikasi, waktu, dan unsur-unsur konsekuensial.Umunya ini berdasarkan
asumsi non-aksional.
c. Perspektif interaksional [interactional
perspective]
Perspektif ini mengakui bahwa para pelaku komunikasi
secara timbal balik menanggapi satu sama lain. Apabila perspektif transmisional
bersifat linier, perspektif interaksional bersifat sirkular.Umpan balik dan
efek bersama merupakan konsep kunci.
d. Perspektif transaksional [transactional
perspective]
Perspektif ini menekankan
kegiatan saling memberi. Ia memandang komunikasi sebagai suatu hal dimana
pesertanya terlibat secara aktif. Teori perspektif transaksional menekankan
pada konteks, proses, dan fungsi. Dengan kata lain, komunikasi dipandang
situasional dan sebagai proses dinamis yang memenuhi fungsi-fungsi individual
dan sosial. Perspektif ini menekankan holisme, yang membayangkan
komunikasi sebagai proses saling menyampaikan makna.
4.
Tema Aksional
Aksiologi adalah cabang filsafat yang mengkaji
nilai-nilai. Secara keseluruhan, dalam proses aksiologi terdapat dua posisi
umum, yakni:
a.
Ilmu yang sadar nilai [value-conscious]
mengakui pentingnya nilai bagi penelitian dan teori serta secara bersama-sama
berupaya untuk mengarahkan nilai-nilai itu kepada tujuan yang positif.
Ilmu yang bernilai netral
[value-neutral] percaya bahwa ilmu menjauhkan diri dari nilai-nilai, dan
bahwa para cendikiawan mengontrol nilai-nilai itu.
C.
WHITNEY R.MUNDT
Whitney R. Mundt tidak memperhitungkan filsafat
komunikasi sebagai filsafat yang sebenarnya.Filsafat komunikasi menampilkan
kekuatan media dan prinsip-fungsi media berikut hubungannya dengan negara.Mundt
dalam filsafatnya menyatakan penjelasan keterpautan pemerintah dengan jurnalistik
di mana keseimbangan kekuatan selalu bergeser.
Berbeda dengan pemikiran yang lain, dalam
karyanya ”Global Media Philosophies” menjelaskan keterpautan pemerintah dengan
jurnalistik di mana keseimbangan kekuatan selalu bergeser. Pertanyaannya,
dimana garis pemisah antara kebebasan dan pengawasan ?.
Menurut Mundt ;
·
Dalam teori authoritarian pers adalah pelayan negara. Peranannya tidak usah
dipertanyakan, karena merupakan filsafat kekuasaan mutlak dari pemerintah suatu
kerajaan. Perintisnya adalah Hobbes, Hegel dan Machiavelli. Negara-negara
contohnya adalah Iran, Paraguay dan Nigeria.
·
Teori libertarian, media tidak bisa tunduk kepada pemerintah, tetapi harus
bebas otonom, bebas untuk menyatakan ideanya tanpa rasa takut diintervensi pemerintah.
Perintisnya adalah Locke, Milton dan Adam Smith. Negara-negara contohnya adalah
AS, Jepang dan Jerman Barat.
·
Teori Social Responsibility, merupakan modifikasi atau perkembangan dari teori
libertarian, tetapi berbeda dengan akarnya; fungsi pers adalah sebagai media
untuk mendiskusikan konflik. Perbedaan lainnya ialah pers tanggungjawab sosial
diawasi oleh opini komunitas, kegiatan konsumen dan etika profesional. Beberapa
negara cenderung menganut teori ini, termasuk AS.
·
Teori Soviet Communist dikatakan bahwa pers Uni Soviet melayani partai yang
sedang berkuasa dan dimiliki oleh negara. Orang-orang soviet mengatakan bahwa
persnya bebas untuk menyatakan kebenaran, sedangkan pers dengan apa yang
dinamakan sistem liberal dikontrol oleh kepentingan bisnis.
Dalam kaitannya dengan Filsafat PERS,
Lowenstein tetap berpegang pada istilah authoritarian dan libertarian. Jelasnya
dibawah ini adalah tipologi Lowenstein.
Kepemilikian PERS :
1.
Kepemilikan Pribadi – Dimiliki oleh perorangan atau lembaga non-pemerintah;
dibiayai terutama oleh periklanan ddan langganan.
2.
Kepemilikan Partai Politik – Dimiliki oleh partai politik, disubsidi oleh
partai atau anggota partai.
3.
Kepemilikan Pemerintah – Dimiliki oleh pemerintah atau partai pemerintah yang
dominan, disubsidi terutama oleh dana pemerintah.
Menurut
Mundt, pers terbagi menjadi lima, yakni:
1.
Otoritarian, yakni sistem
pers dimana ada sensor dan lisensi dari pemerintah. Pemerintah menekan kritik
sehingga kekuasaan terpelihara.
2.
Sosial-otoritarian, yakni
pers dimiliki oleh pemerintah atau partai pemerintah untuk melengkapi pers guna
mencapai tujuan ekonomi nasional dan tujuan filsafati.
3.
Libertarian, yakni
ketiadaan pengawasan pemerintah [kecuali undang-undang tentang fitnah dan
cabul], untuk menjamin berkembangnya gagasan secara bebas [free market place
of ideas].
4.
Sosial-libertarian, yakni
pengawasan pemerintah secara minimal untuk menyumbat saluran-saluran komunikasi
dan untuk menjamin semangat operasional dari filsafat libertarian.
Sosial-sentralis, yakni
kepemilikan pemerintah atau lembaga umum dengan saluran komunikasi terbatas
untuk menjamin semangat operasional dari filsafat libertarian.
Referensi :
Littlejohn,
Stephen W. & Karen A.Foss. 2005. Theories Of Human Communication.
8 ed. Canada: Wadsworth.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar