Muhammad bin
ʿAbd
al-Wahhāb (1115 - 1206 H/1701 - 1793 M) (bahasa Arab:محمد
بن عبد الوهاب التميمى) adalah seorang ahli teologi agama Islam dan seorang
tokoh pemimpin gerakan keagamaan yang pernah menjabat sebagai mufti Daulah Su'udiyyah
yang kemudian berubah menjadi Kerajaan Arab Saudi.
Syekh
Muhammad Bin Abdul Wahhab sangat kontroversial. Ada yang menyukai. Ada juga
yang membencinya. Pengikutnya, kelompok Muwahhidun atau sekarang menamakan
dirinya Salafis (oleh lawannya disebut Wahabi), namun
mereka lebih memilih untuk menyebut diri mereka sebagai atau Muwahhidun
yang berarti "satu Tuhan". Muhammad bin Abdul Wahhab disebut
sebagai Pejuang Tauhid yang memurnikan Islam. Namun oleh lawannya, Muhammad bin
Abdul Wahhab disebut sebagai sosok yang ekstrim.
Biografi
Syekh Muhammad Bin Abdul Wahhab
dilahirkan pada tahun 1115 H (1701 M) di kampung ‘Uyainah (Najd), lebih kurang
70 km arah barat laut kota Riyadh, ibukota Arab Saudi sekarang. Syekh Abdul Wahab tergolong Banu Siman, dari Tamim. Pendidikannya
dimulai di Madinah yakni berguru pada ustadz Sulaiman al-Kurdi dan Muhammad
Hayat al-Sind. Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah pendiri kelompok Wahabi
yang mazhab fikihnya dijadikan mazhab resmi kerajaan Saudi Arabia, hingga saat
ini.
Ia tumbuh dan dibesarkan dalam
kalangan keluarga terpelajar. Ayahnya adalah seorang tokoh agama di
lingkungannya. Sedangkan abangnya adalah seorang qadhi (mufti besar), tempat di
mana masyarakat Najd menanyakan
segala sesuatu masalah yang bersangkutan dengan agama.
Sebagaimana
lazimnya keluarga ulama, maka Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab sejak masih
kanak-kanak telah dididik dengan pendidikan agama yang diajar sendiri oleh
ayahnya, Syeikh Abdul Wahhab. Berkat bimbingan kedua orangtuanya, ditambah
dengan kecerdasan otak dan kerajinannya, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab
berhasil menghafal 30 juz al-Quran sebelum ia berusia sepuluh tahun. Setelah
itu, beliau diserahkan oleh orangtuanya kepada para ulama setempat sebelum
akhirnya mereka mengirimnya untuk belajar ke luar daerah
Saudara
kandungnya, Sulaiman bin Abdul Wahab, menceritakan betapa bangganya Syeikh Abdul Wahab,
ayah mereka, terhadap kecerdasan Muhammad. Ia pernah berkata, "Sungguh aku
telah banyak mengambil manfaat dari ilmu pengetahuan anakku Muhammad, terutama
di bidang ilmu Fiqh".
Setelah
mencapai usia dewasa, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab diajak oleh ayahnya untuk
bersama-sama pergi ke tanah suci Mekkah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima -
mengerjakan haji di Baitullah. Ketika telah selesai menunaikan ibadah haji,
ayahnya kembali ke Uyainah sementara Muhammad tetap tinggal di Mekah selama
beberapa waktu dan menimba ilmu di sana. Setelah itu, ia pergi ke Madinah untuk
berguru kepada ulama disana. Di Madinah, ia berguru pada dua orang ulama besar
yaitu Syeikh
Abdullah bin Ibrahim bin Saif an-Najdi dan Syeikh Muhammad
Hayah al-Sindi.
Syekh
Muhammad bin Abdul Wahhab dikenal di dunia Islam berkat perjuangannya
memurnikan ajaran Islam melalui pemurnian tauhid. Masalah tauhid, yang
merupakan pondasi agama Islam mendapat perhatian yang begitu besar oleh Syekh
Muhammad Abdul Wahhab. Perjuangan tauhid beliau terkristalisasi dalam ungkapan la ilaha illa Allah. Menurut
beliau, aqidah atau tauhid umat telah dicemari oleh berbagai hal seperti
takhayul, bid'ah dan khurafat (TBC) yang bisa menjatuhkan pelakunya kepada
syirik. Aktivitas-aktivitas seperti mengunjungi para wali, mempersembahkan
hadiah dan meyakini bahwa mereka mampu mendatangkan keuntungan atau kesusahan,
mengunjungi kuburan mereka, mengusap-usap kuburan tersebut dan memohon
keberkahan kepada kuburan tersebut. Seakan-akan Allah SWT sama dengan penguasa
dunia yang dapat didekati melalui para tokoh mereka, dan orang-orang dekat-Nya.
Bahkan manusia telah melakukan syirik apabila mereka percaya bahwa pohon kurma,
pepohonan yang lain, sandal atau juru kunci makam dapat diambil berkahnya,
dengan tujuan agar mereka dapat memperoleh keuntungan.
Pencemaran
terhadap ajaran Islam yang murni bermula di masa pemerintahan Islam Abbasiah di
Baghdad. Kemajuan ilmu pengetahuan di zaman ini telah menyeret kaum muslimin untuk
ikut pula memasyarakatkan ajaran filsafat yunani dan romawi. Selain itu,
pengaruh mistik platonik dari budaya Rusia ikut menimbulkan pengaruh negatif
pada ajaran Islam. Puncaknya adalah berbagai macam kebatilan dan takhyul yang
dipraktekkan kaum Hindu mulai diikuti orang-orang Islam. Wilayah Arab, sebagai
tempat kelahiran Islam pun tidak luput dari pengaruh buruk tersebut.
Orang-orang Arab terpecah belah karena perselisihan dan persaingan di antara
suku, mengalami kemunduran di berbagai aspek kehidupan. Di saat seperti inilah
Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab muncul untuk kemudian membersihkan
anasir-anasir asing yang menyusup ke dalam kemurnian Islam.
Pada awalnya, idenya tidak
begitu mendapat tanggapan bahkan banyak mendapatkan tantangan, kebanyakan dari
saudaranya sendiri, termasuk kakaknya Sulaiman dan sepupunya Abdullah bin
Husain. Pemikirannya malah mendapatkan sambutan di luar daerah kelahirannya,
yaitu di Dariya. Akhirnya beliau bersama keluarganya meninggalkan tanah
kelahirannya dan pergi ke Dariya. Kepala suku Dariya pada saat itu,
Muhammad bin Saud malah menerima pemikiran-pemikiran beliau dan melakukan
propaganda untuknya.
Selanjutnya, Syekh Muhammad
bin Abdul Wahhab berkerjasama secara sistematis dan saling menguntungkan dengan
keluarga Saud untuk menegakkan Islam. Dalam waktu setahun sesampainya di
Dariya, Syekh Abdul Wahhab memperoleh pengikut hampir seluruh penduduk di kota.
Di kota tersebut pula, beliau membangun masjid sederhana dengan lantai batu
kerikil tanpa alas.
Sudah diketahui umum,
masjid-masjid yang terpengaruh mazhab atau pemikiran Syekh Muhammad bin Abdul
Wahhab atau sering disebut dengan istilah "wahabi" dibangun secara
sangat sederhana tanpa hiasan apapun. Mereka juga menghancurkan batu-batu nisan
dan kuburan, bahkan juga di Jannatul Baqi, untuk menjaga jangan sampai menjadi
benda pujaan orang-orang sesat atau orang-orang Islam yang bebal.
Selanjutnya, pengikut Syekh
Abdul Wahhab makin lama makin bertambah. Sementara itu, keluarga Saud yang
hampir seluruh kehidupanya terlibat dalam peperangan dengan kepala-kepala suku
lainnya selama 28 tahun, secara perlahan namun pasti memasuki masa kejayaannya.
Di tahun 1765 Ibnu Saud meninggal dunia dan digantikan oleh Abdul Aziz yang
tetap mempertahankan Syekh Abdul Wahhab sebagai pembimbing spiritualnya.
Seiring dengan perjalanan
waktu, gerakan kaum Muwahhidun (Wahabi) ini segera menyebar ke dunia
Islam lainnya dan mendapatkan banyak pengikut. Keluarga Ibnu Saud, sebagai
pendukung dan unsur utama garakan ini segera menaklukkan hampir seluruh
semenanjung Arab, termasuk kota-kota suci Mekkah dan Madinah. Gerakan Wahabi
ini akhirnya menjadi mazhab fikih resmi keluarga Saudi yang berkuasa, dan juga
dianut oleh para murid Syekh Muhammad Abduh di Mesir. Syekh Muhammad Abdul
Wahhab pun akhirnya dikenal sebagai seorang pemikir dan pembaru di dunia Islam.
Gerakannya telah menggetarkan dan bergema di seluruh dunia, dan merupakan
sarana yang sangat besar dalam mempersatukan dunia Arab yang penuh persaingan
ke bawah kekuasaan keluarga Saudi.
Inti ajaran Syekh Muhammad
Bin Abdul Wahhab didasarkan atas ajaran-ajaran Syekhul Islam, Ibnu Taimiyah dan
mazhab Hambali. Prinsip-prinsip dasar ajaran tersebut adalah : (1) Ketuhanan
Yang Esa dan mutlak (karena itu penganutnya menyebut dirinya dengan nama al-Muwahhidun).
(2) Kembali pada ajaran Islam yang sejati, seperti termaktub dalam Al-Qur`an
dan Hadits. (3) Tidak dapat dipisahkan kepercayaan dari tindakan, seperti
sholat dan beramal. (4) Percaya bahwa Al-Qur`an itu bukan ciptaan manusia. (5)
Kepercayaan yang nyata terhadap Al-Qur`an dan Hadits. (6) Percaya akan takdir.
(7) Mengutuk segenap pandangan dan tindakan yang tidak benar (8) Mendirikan
Negara Islam berdasarkan hukum Islam secara sempurna.
Salah satu fatwa Syekh
Muhammad Bin Abdul Wahhab - yang juga kadang dijuluki sebagai Syekhul Islam -
adalah tentang penguasa yang berhukum dengan selain syariat Islam. Beliau
memaknai toghut sebagai :
"Segala sesuatu yang diibadahi
selain Allah, diikuti dan ditaati dalam perkara‐perkara
yang bukan ketaatan kepada Allah dan Rasul‐Nya , sedang ia ridha
dengan peribadatan tersebut".
Beliau
menjelaskan : "Thaghut itu sangat banyak, akan tetapi para pembesarnya ada
lima, yaitu :
- Setan yang mengajak untuk beribadah kepada selain Allah.
- Penguasa dzalim yang merubah hukum‐hukum Allah.
- Orang‐orang yang berhukum dengan selain hukum yang diturunkan Allah.
- Sesuatu selain Allah yang mengaku mengetahui ilmu ghaib.
- Sesuatu selain Allah yang diibadahi dan dia ridha dengan peribadatan tersebut.
Berdakwah Melalui
Surat-menyurat
Syeikh
menempuh pelbagai macam dan cara, dalam menyampaikan dakwahnya, sesuai dengan
keadaan masyarakat yang dihadapinya. Di samping berdakwah melalui lisan, beliau
juga tidak mengabaikan dakwah secara pena dan pada saatnya juga jika perlu
beliau berdakwah dengan besi (pedang).
Maka Syeikh
mengirimkan suratnya kepada ulama-ulama Riyadh dan para umaranya, salah satunya
adalah Dahham bin Dawwas. Surat-surat itu dikirimkannya juga kepada para
ulama dan penguasa-penguasa. Ia terus mengirimkan surat-surat dakwahnya itu ke
seluruh penjuru Arab, baik yang dekat ataupun jauh. Di dalam surat-surat itu,
beliau menjelaskan tentang bahaya syirik yang mengancam negeri-negeri Islam di seluruh dunia,
juga bahaya bid’ah, khurafat dan tahyul.
Berkat
hubungan surat menyurat Syeikh terhadap para ulama dan umara dalam dan luar
negeri, telah menambahkan kemasyhuran nama Syeikh sehingga beliau disegani di
antara kawan dan lawannya, hingga jangkauan dakwahnya semakin jauh berkumandang
di luar negeri, dan tidak kecil pengaruhnya di kalangan para ulama dan pemikir
Islam di seluruh dunia, seperti di Hindia, Indonesia, Pakistan, Afganistan, Afrika
Utara, Maghribi, Mesir, Syria, Iraq dan
lain-lain lagi.
Memang cukup
banyak para da’i dan ulama di negeri-negeri tersebut, tetapi pada waktu itu
kebanyakan dari mereka tidak fokus untuk membasmi syirik dalam dakwahnya,
meskipun mereka memiliki ilmu-ilmu yang cukup memadai.
Demikian
banyaknya surat-menyurat di antara Syeikh dengan para ulama baik di dalam dan
luar Jazirah Arab, sehingga menjadi dokumen yang amat berharga sekali.
Akhir-akhir ini semua tulisan beliau yang berupa risalah, maupun
kitab-kitabnya, sedang dihimpun untuk dicetak dan sebagian sudah dicetak dan
disebarkan ke seluruh pelosok dunia Islam, baik melalui Rabithah al-`Alam
Islami, maupun dari pihak kerajaan Saudi sendiri (pada masa mendatang).
Begitu juga dengan tulisan-tulisan dari putera-putera dan cucu-cucu beliau
serta tulisan-tulisan para murid-muridnya dan pendukung-pendukungnya yang telah
mewarisi ilmu-ilmu beliau. Di masa kini, tulisan-tulisan beliau sudah tersebar
luas ke seluruh pelosok dunia Islam.
Dengan
demikian, jadilah Dir'iyyah sebagai pusat penyebaran dakwah kaum Muwahhidin
(gerakan pemurnian tauhid) oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab yang didukung
oleh penguasa Amir Ibnu Saud. Kemudian murid-murid keluaran Dir'iyyah juga
menyebarkan ajaran-ajaran tauhid murni ini ke seluruh penjuru dunia dengan
membuka madrasah atau kajian umum di daerah mereka masing-masing.
Sejarah
pembaharuan yang digerakkan oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab ini tercatat
dalam sejarah dunia sebagai yang paling hebat dari jenisnya dan amat cemerlang.
Di samping
itu, hal ini merupakan suatu pergerakan perubahan besar yang banyak memakan
korban manusia maupun harta benda. Hal ini terjadi karena banyaknya perlawanan
dari luar maupun dari dalam. Perlawanan dari dalam terutama dari tokoh-tokoh
agama Islam sendiri yang takut akan kehilangan pangkat, kedudukan, pengaruh dan
jamaahnya. Maupun dari Penguasa Turki Utsmani yang khawatir terhadap pengaruh
dakwah Ibnu Abdil Wahhab yang telah merambah dua kota suci umat Islam, Mekkah
dan Madinah. Karenanya, demi mempertahankan kekuasaan mereka, mereka mengirim
pasukan besar di bawah komando Muhammad Ali Basya (Gubernur Mesir) untuk
menaklukkan Dir'iyyah beberapa kali, hingga akhirnya jatuh pada tahun 1233 H.
Banyak di
antara tokoh Al Saud dan Al Syaikh (anak-cucu Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab)
yang ditangkap dan diasingkan ke Mesir pasca jatuhnya ibukota Dir'iyyah, bahkan
sebagiannya dieksekusi oleh musuh, contohnya adalah Syaikh Sulaiman bin
Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab yang merupakan pakar hadits di zamannya.
Beliau dibunuh dengan cara sangat keji oleh Ibrahim Basya. Demikian pula imam
Daulah Su'udiyyah kala itu, yaitu Imam Abdullah bin Su'ud bin Abdul Aziz bin
Muhammad bin Saud (cicit Muhammad bin Saud). Beliau dieksekusi di Istanbul,
Turki.
Inilah
periode Daulah Su'udiyyah I (1151-1233 H). Kemudian berdiri Daulah Su'udiyyah
II (1240-1309 H), dan yang terakhir ialah Daulah Su'udiyyah III yang kemudian
berganti nama menjadi Al Mamlakah Al 'Arabiyyah As Su'udiyyah (Kerajaan Arab
Saudi) yang didirikan oleh Abdul Aziz bin Abdurrahman Al Saud (Bapak Raja-raja
Saudi sekarang) pada tahun 1319 H hingga kini.
Selain
mendapat perlawanan sengit dari Pihak Turki Utsmani, mereka juga sangat
dimusuhi oleh kaum Syi'ah Bathiniyyah, baik dari Najran (selatan Saudi) maupun
yang lainnya. Salah satu pertempuran besar pernah terjadi antara kaum
muwahhidin dengan pasukan Hasan bin Hibatullah Al Makrami dari Najran yang
berakidah Syi'ah Bathiniyyah, dan peperangan ini memakan korban jiwa cukup
besar di pihak muwahhidin. Bahkan Imam Abdul Aziz bin Muhammad bin Saud konon terbunuh
di tangan salah seorang syi'ah yang menyusup ke tengah-tengah kaum muwahhidin,
beliau ditikam dari belakang ketika sedang mengimami salat berjama'ah.
Selain
perlawanan sengit dari mereka yang mengatasnamakan Islam, para pengikut dakwah
Syaikh Ibnu Abdil Wahhab juga dimusuhi oleh pihak kafir. Imperialis Inggris
yang menjajah banyak negeri kaum muslimin kala itu pun khawatir terhadap dampak
buruk penyebaran dakwah Syaikh Ibnu Abdil Wahhab bagi eksistensi mereka. Sebab
beliau menghidupkan kembali ajaran tauhid dan berjihad melawan berbagai bentuk
syirik dan bid'ah, sedangkan Inggris justeru mempertahankan hal tersebut karena
di situlah titik kelemahan kaum muslimin. Artinya, bila kaum muslimin kembali
kepada tauhid dan meninggalkan semua bentuk syrik dan bid'ah, niscaya mereka
akan angkat senjata melawan para penjajah. Karenanya, Inggris memunculkan
istilah 'Wahhabi' dan merekayasa berbagai kedustaan dan kejahatan yang mereka
lekatkan pada pengikut dakwah Syaikh Ibn Abdil Wahhab, sehingga banyak dari kaum
muslimin di negeri-negeri jajahan Inggris yang termakan hasutan tersebut dan
serta merta membenci mereka.
Untuk
mencapai tujuan pemurnian ajaran agama Islam, Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab
telah menempuh pelbagai macam cara. Kadangkala lembut dan kadangkala kasar,
sesuai dengan sifat orang yang dihadapinya. Ia mendapat pertentangan dan
perlawanan dari kelompok yang tidak menyenanginya karena sikapnya yang tegas
dan tanpa kompromi, sehingga lawan-lawannya membuat tuduhan-tuduhan ataupun
pelbagai fitnah terhadap dirinya dan pengikut-pengikutnya.
Musuh-musuhnya
pernah menuduh bahwa Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab telah melarang para
pengikutnya membaca kitab fiqh, tafsir dan hadith. Malahan ada yang lebih keji,
yaitu menuduh Syeikh Muhammad telah membakar beberapa kitab tersebut, serta
menafsirkan Al Qur’an menurut kehendak hawa
nafsu sendiri.
Tentangan
maupun permusuhan yang menghalang dakwahnya, muncul dalam dua bentuk:
- Permusuhan atau tentangan atas nama ilmiyah dan agama,
- Atas nama politik yang berselubung agama.
Bagi yang terakhir, mereka
memperalatkan golongan ulama tertentu, demi mendukung kumpulan mereka untuk
memusuhi dakwah Wahabiyah.
Mereka menuduh dan
memfitnah Syeikh sebagai orang yang sesat lagi menyesatkan, sebagai kaum
Khawarij, sebagai orang yang ingkar terhadap ijma’ ulama dan pelbagai macam
tuduhan buruk lainnya.
Namun Syeikh menghadapi
semuanya itu dengan semangat tinggi, dengan tenang, sabar dan beliau tetap
melancarkan dakwah bil lisan dan bil hal, tanpa memedulikan celaan orang yang
mencelanya.
Pada
hakikatnya ada tiga golongan musuh-musuh dakwah beliau:
- Golongan ulama khurafat yang mana mereka melihat yang haq (benar) itu batil dan yang batil itu haq. Mereka menganggap bahwa mendirikan bangunan di atas kuburan lalu dijadikan sebagai masjid untuk bersembahyang dan berdoa di sana dan mempersekutukan Allah dengan penghuni kubur, meminta bantuan dan meminta syafaat padanya, semua itu adalah agama dan ibadah. Dan jika ada orang-orang yang melarang mereka dari perbuatan jahiliyah yang telah menjadi adat tradisi nenek moyangnya, mereka menganggap bahwa orang itu membenci auliya’ dan orang-orang soleh yang bererti musuh mereka yang harus segera diperangi.
- Golongan ulama taashub yang mana mereka tidak banyak tahu tentang hakikat Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab dan hakikat ajarannya. Mereka hanya taqlid belaka dan percaya saja terhadap berita-berita negatif mengenai Syeikh yang disampaikan oleh kumpulan pertama di atas sehingga mereka terjebak dalam perangkap Ashabiyah (kebanggaan dengan golongannya) yang sempit tanpa mendapat kesempatan untuk melepaskan diri dari belitan ketaashubannya. Lalu menganggap Syeikh dan para pengikutnya seperti yang diberitakan, yaitu; anti Auliya’ dan memusuhi orang-orang shaleh serta mengingkari karamah mereka. Mereka mencaci-maki Syeikh habis-habisan dan beliau dituduh sebagai murtad.
- Golongan yang takut kehilangan pangkat dan jawatan, pengaruh dan kedudukan. Maka golongan ini memusuhi beliau supaya dakwah Islamiyah yang dilancarkan oleh Syeikh yang berpandukan kepada aqidah Salafiyah murni gagal karena ditelan oleh suasana hingar-bingarnya penentang beliau.
TUJUAN UTAMA
GERAKAN MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB
Tujuan utama
ajaran Syekh Abdul Wahhab adalah memurnikan tauhid umat yang sudah tercemar.
Untuk itu, beliau sangat serius dalam memberantas bid'ah, khurafat dan takhyul
(TBC) yang berkembang di tengah-tengah umat. Beliau menentang pemujaan terhadap
orang-orang suci, mengunjungi tempat-tempat keramat untuk mencari berkah.
Beliau menganggap bahwa segala objek pemujaan, kecuali terhadap Allah SWT,
adalah palsu. Menurut beliau, mencari bantuan dari siapa saja, kecuali dari
Allah SWT, ialah syirk.
Inti pemikiran dari Muhammad Bin Abdul Wahab
adalah:
1.
Ingin umat islam kembali kepada ajaran
islam yang murni yang mengacu kepada praktek agama yang di amalkan oleh
Rasullullah dan Sahabat yaitu (Al-quran dan Hadist).
2.
Memurnikan Tauhid dan Akidah Umat
Islam.
3.
Ketuhanan
Yang Esa dan mutlak (karena itu penganutnya menyebut dirinya dengan nama al-Muwahhidun).
4.
Tidak
dapat dipisahkan kepercayaan dari tindakan, seperti sholat dan beramal.
5.
Percaya
bahwa Al-Qur`an itu bukan ciptaan manusia.
6.
Kepercayaan
yang nyata terhadap Al-Qur`an dan Hadits.
7.
Percaya
akan takdir.
8.
Mengutuk
segenap pandangan dan tindakan yang tidak benar
9.
Mendirikan
Negara Islam berdasarkan hukum Islam secara sempurna.
Oleh karena
itu, maka kekuatan yang paling ampuh untuk mempertahankan dakwah dan
pendukungnya, tidak lain harus didukung oleh senjata. Karena masyarakat yang
dijadikan sebagai objek daripada dakwah kadangkala tidak mampan dengan lisan
mahupun tulisan, akan tetapi mereka harus diiring dengan senjata, maka waktu itulah
perlunya memainkan peranan senjata.
Alangkah
benarnya firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: " Sesungguhnya Kami telah
mengutus Rasul-rasul Kami, dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami
turunkan bersama mereka Al-Kitab dan Mizan/neraca (keadilan) supaya manusia
dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat
kekuatan yang hebat dan pelbagai manfaat bagi umat manusia, dan supaya Allah
mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan RasulNya padahal Allah tidak
dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat dan Maha Perkasa." (al-Hadid:25)
Ayat di atas
menerangkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutus para RasulNya dengan
disertai bukti-bukti yang nyata untuk menumpaskan kebatilan dan menegakkan
kebenaran. Di samping itu pula, mereka dibekalkan dengan Kitab yang di dalamnya
terdapat pelbagai macam hukum dan undang-undang, keterangan dan penjelasan.
Juga Allah menciptakan neraca (mizan) keadilan, baik dan buruk serta haq dan
batil, demi tertegaknya kebenaran dan keadilan di tengah-tengah umat manusia.
Namun semua
itu tidak mungkin berjalan dengan lancar dan stabil tanpa ditunjang oleh
kekuatan besi (senjata) yang menurut keterangan al-Qur’an al-Hadid fihi basun
syadid yaitu, besi baja yang mempunyai kekuatan dahsyat. yaitu berupa senjata
tajam, senjata api, peluru, senapan, meriam, kapal perang, nuklir dan lain-lain
lagi yang pembuatannya mesti menggunakan unsur besi.
Sungguh besi
itu amat besar manfaatnya bagi kepentingan umat manusia yang mana al-Qur’an
menyatakan dengan Wamanafiu linnasi yaitu dan banyak manfaatnya bagi umat
manusia. Apatah lagi jika dipergunakan bagi kepentingan dakwah dan menegakkan
keadilan dan kebenaran seperti yang telah dimanfaatkan oleh Syeikh Muhammad bin
`Abdul Wahab semasa gerakan tauhidnya tiga abad yang lalu.
Orang yang
mempunyai akal yang sehat dan fikiran yang bersih akan mudah menerima
ajaran-ajaran agama, sama ada yang dibawa oleh Nabi, mahupun oleh para ulama.
Akan tetapi bagi orang zalim dan suka melakukan kejahatan yang diperhambakan
oleh hawa nafsunya, mereka tidak akan tunduk dan tidak akan mau menerimanya,
melainkan jika mereka diiring dengan senjata.
Demikianlah
Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab dalam dakwah dan jihadnya telah memanfaatkan
lisan, pena serta pedangnya seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu
'alaihi wassalam sendiri, di waktu baginda mengajak kaum Quraisy kepada agama
Islam pada waktu dahulu. Yang demikian itu telah dilakukan terus menerus oleh
Syeikh Muhammad selama lebih kurang 48 tahun tanpa berhenti, yaitu dari tahun
1158 Hinggalah akhir hayatnya pada tahun 1206 H.
Wafat
Muhammad bin `Abdul Wahab telah
menghabiskan waktunya selama 48 tahun lebih di Dar’iyah. Keseluruhan hidupnya
diisi dengan kegiatan menulis, mengajar, berdakwah dan berjihad serta mengabdi
sebagai menteri penerangan Kerajaan Saudi di Tanah Arab. Muhammad bin
Abdulwahab berdakwah sampai usia 92 tahun, beliau wafat pada tanggal 29 Syawal
1206 H, bersamaan dengan tahun 1793 M, dalam usia 92 tahun. Jenazahnya
dikebumikan di Dar’iyah (Najd). Innalillah..